*

Minggu, 27 Februari 2011

Peduli pertanian


Peduli Pertanian
Yusuf al-Qaradhawi dalam as-Sunnah Mashdaran li-al-Ma’rifah wa al-Hadharah menegaskan Hadis ini sebagai bukti kuat kepedulian Nabi SAW terhadap penghijauan lingkungan. Meski beliau terlahir di lingkungan tandus, lembah pegunungan batu di Mekkah, namun tak membuat beliau acuh dengan masalah pertanian.
Bahkan sebaliknya, ketika beliau hijrah ke Madinah, yang sebagian besar penduduknya menjalankan profesi petani kebun kurma, kepedulian beliau terhadap pertanian cukup intensif. Apalagi pertanian merupakan soko utama perekonomian masyarakat Madinah saat itu. Hal ini beliau perlihatkan, sebagaimana terekam dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim, bahwa suatu hari Nabi SAW melewati sekelompok petani yang sedang melakukan pembibitan kurma, kemudian beliau member pendapat yang direspon positif oleh para petani, meski saran itu tak membuahkan hasil di kemudian hari.
Tak hanya berhenti di situ, Nabi pun menanamkan kurma sendiri dan mendoakannya. Kurma yang Nabi tanam, ternyata menjadi varietas unggul, yaitu kurma ajwah yang sangat terkenal, di seantero jagad saai ini. Kurma Ajwah berkualitas gizi amat baik, disamping memilki khasiat, seperti dijelaskan dalam riwayat Hadis-hadis Nabi.
Tak hanya itu, saat ini buah kurma merupakan ikon Kota Madinah yang dianggap sebagai kota penghasil kurma berkualitas di dunia. Secara tak langsung, hal ini merupakan bukti konkrit upaya dan kontribusi Nabi SAW dalam memajukan bidang pertanian.
Kepedulian terhadap pertanian dan penghijauan terhadap pertanian dan penghijauan lingkungan telah mendahului gerakan internasional peduli lingkungan Green Peace saat ini. Bahkan melalui banyak sabdanya, beliau melalui banyak sabdanya, memberikan tanah kosong terbengkalai dan tidak produktif.
Kepedulian Nabi SAW jug adapt dilihat dalam transaksi muzara’ah (bagi hasil) antara petani dan pemilik lahan. Atau praktek muzabanah, yaitu transaksi barter hasil pertanian yang tidak sepadan, al-khars (borong) berupa transaksi jual beli hasil pertanian dengan prediksi berdasarkan fakta buah di pepohonan.
Rasulullah SAW melarang Muzabanah karena merugikan petani, sedangkan al-khars diperbolehkan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Perhatian Nabi terhadap pertanian dapat dilacak pula dengan melihat aturan irigasi (iqtha’ al-miyah) yang diterapkan di Madinah.
Bukti lain kepedulian RAsulullah SAW dalam bidang pertanian, adalah dalam pengaturan zakat hasil pertanian dan buah bagi petani dan pemilik lahan secara detail dan adil. Prosentase zakat hasil pertanian yang diairi dengan upah besar, maka zakatnya pun hanya sedikit.
Penerapan zakat hasil pertanian itu merupakan bukti bahwa pertanian pada masa awal Islam cukup berkembang dan mendapat perhatian serius. Dari sini terlihat jelas bahwa dengan zakat dapat mengentaskan kemiskinanmasyarakat. Kemampuan petani membayar zakat hasil pertanian, menggambarkan kemakmuran dalam swasembada pangan.
Dari arahan Nabi melalui Hadis-hadis yang memadankan pelaku penghijauan atau pertanian sama dengan orang beramal melalui sedekah, merupakan upaya yang sangat efektif member I stimulasi kepada masyarakat untuk melakukan penghijauan, dimulai dari lingkungan terkecil mereka, yaitu keluarga.
Terbukti, para sahabat saai itu banyak yang antusias untuk menanam pohon. Diriwayatkan oleh al-Baghawi bahwa seseorang mengunjungi Abu Dzar yang sedang menanam pohon kelapa di Damaskus.Nabi SAW telah menggerakkan para sahabat agar peduli lingkungan dan suka bertanam. Jadi, agribisnis memiliki keterkaitan yang mendalam dengan ajaran Islam.
Itu dari sedikit tausiyah dari Bapak Abdul Malik Ghozali MA, Kandidat Doktor Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Read more >>

Kunci Sukses


Kunci Sukses
Untuk sukses dalam hidup, minimal seseorang harus memiliki empat hal, yakitu berpikir keras, bekerja keras, bersabar keras, dan berdo’a keras. Berpikir keras dilakukan dengan usaha memikirkan segala hal, hingga yang terkecil sekalipun. Karena pada dasarnya, manusia diberi kemampuan dan potensi untuk berpikir. Jangan hanya menunggu, tapi berusahalah mencari inisiatif sebanyak mungkin. Kita harus mencari pekerjaan, bukan pekerjaan yang mencari kita.
Keras bersabar, berarti melatih kekuatan kesabaran. Kekuatan bertahan berarti melatih kekuatan hati. Karena permasaahan manusia, tidak terlepas dari kekuasaan Alaah SWT. Seperti urusan penyakit dan jodoh kan memang Allah yang menentukan, bukan masalah manusia, manusia hanya berusaha untuk mendapatkan yang terbaik.
Untuk urusan seperti ini, kita wajib  mengarahkannya kepada Allah, namun diiringi tugas kita untuk bekerja, berpikir, bersabar dan berdo’a keras menggapai prestasi. Kita harus berupaya mampu mengatur waktu. Terus terang saja, saya sendiri sebenarnya masih kesulitan mengatur waktu antara sekolah, organisasi dan kegiatan di luar, hehe..
Menurut Dr KH Syukri Zarkasyi MA, Pimpinan Pondok Modern Gontor, sabar bagi kaum muda adalah sabar yang aktif, bukan pasif atau hanya diam menunggu. Seperti berkata “Sudah bersabar lalu mau apa lagi?” beliau juga mengatakan bahwa konsep bertahan yang baik dan benar adalah kemampuan kita untuk menyerang dari segala sisi kita diserang. Kita harus menyerang pekerjaan. Ketika dicaci orang saat mengelola pondok, kita harus terus maju dan tak terpengaruh cacian lain.
Saya menyimpulkan bahwa dengan bersabar, kita akan terus berprestasi. Hanya dengan masa lima, sepuluh atau puluhan tahun ke depan kita akan menuai pretasi (karena kita masih muda kan ya, hihi..). kita harus mampu terus sabar bekerja keras, belajar, berjuang bahkan menghabiskan harta demi kalimat Allah.
Selain itu KH Syukri juga menegaskan bahwa berjuang dengan harta demi kalimat Allah, tak perlu takut kehabisan harta. Sebab berdagang dengan Allah (tijaratan ma’allah), adalah tijaratan lan tabura. Tak akan pernah rugi, karena Allah telah berjanji dalam Al-qur’an. Berbeda jika kita berdagang dengan sesama manusia yang kadang ditipu, rugi, wah pasti gak karu-karuan.
Namun berdagang dengan Allah tidak hanya dilakukan dengan uang. Bisa juga berdagang dengan tenaga, pikiran dan perbuatan (Bondo bahu pikir).
Maka dari itu, mari habiskan waktu untuk kepentingan bangsa, Negara dan umat, terutama dengan memfokuskan pikiran kita untuk kepentingan umat. Karena berdagang dengan Allah mungkin keuntungan di dunia bukan ganjarannya, namun bias berupa kepercayaan dan lain-lain yang tak ternilai harganya.
Itulah yang akan mengangkat harkat martabat kita. Innama tunsharunna bi du’afa’ikum. Orang-orang yang lemah (dhuafa) akan membantu kita. Karena itu, mari terus membantu orang-orang yang lemah lmu, ekonomi, agama dan materi.
Usaha dan kerja keras yang diiringi doa yang keras, akan menyingkap katup segala hal yang menelimuti diri dan tidak kita ketahui. Banyaknya dosa, aib, kelemahan, kurang berdzikir dan wirid diri kita untuk kita perbaiki.
Kekuatan sinar ilmu, wabawa, pengaruh, keterampilan pekerjaan, dan berbagai sinar diri, akan tersingkap dengan bekerja dan berdoa keras. Hingga kemudian kita dapat mengubah diri untuk manapaki kualitas SDM, datya tahan, dorong dan religi, serta daya dzikir dan sebagainya.
Diri yang paling baik adalah diri yang mampu mendukung dirinya sendiri (self support). Namun jika seseorang tak memliki keinginan yang mendorong untuk meningkatkan diri, maka segala yang ia lakukan tak aka nada nilainya.
Seperti gelas jika sudah penuh berisi air, akan sulit untuk diisi kembali. Seseorang tak akan beranjak meingkat kehidupannya, kecuali jika ia mensupport dirinya sendiri untuk meningkatkan diri, menjadi lebih baik dan berubah.
Meningkatkan diri, bukan sekedar berdiam diri menjalani rutinitas yang ada selamanya. Tapi harus ditopang  pengembangan ilmu dan wawasan dari berbagai pengetahuan. Wawasan yang baik dijadikan uswah hasanah yang harus diikuti, serta uswah sayyi’ah harus dihindari.
Demiakian sedikit uraian yang saya rangkum dari ceramah yang disampaikan oleh Dr KH Syukri Zarkasyi MA, Pimpinan Pondok Modern Gontor.
Read more >>

Bertani menuai pahala


“Diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda ; tak ada seorang muslim pun yangmenanam pohon, kecuali apa yang dimakan dari pohon itu merupakan sedekah, dan apa yang dicuri darinya juga sedekah, begitu pula yang dimakan oleh hewan buas maupun burung darinya adlah sedekah, dan apa yang diambil orang darinya merupakan sedekah bagi penanamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dijelaskan oleh al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah, Hadist ini memiliki asbabul wurud bahwa Ummi Mubasyir al-Anshariyah bercerita: Ketika Nabi SAW mengunjunginya di kebun kurma lalu beliau bertanya, “Pohon-pohon kurma ini milik siapa?” Aku menjawab “Seorang Muslim”, maka keluarlah Hadist ini.
Al-Manawi dalam Faidh al-Qadir mengomentari, isi hadis ini member stimulasi pahala bagi orang yang menanam untuk menafkahi keluarganya, meski tak berniat mendapatkan pahala di saat menanamnya. Bahkan para pelaku yang terkait dalam pertanian ini baik pemilik lahan maupun penyewanya akan mendapatkan pahala pula.
Menurut an-Nawawi dalam Syarh Muslim, Hadis ini membicarakan tentang keutamaan bercocok tanam dan pertanian. Petani yang bercocok tanam meski dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dirinya sendiri, sebenernya ia telah member sedekah kepada orang lain, bahkan kepada sesame makhluk Allah SWT. Dan pahalanya akan terus mengalir selama tanamannya itu member manfaat kepada orang lain, termasuk bibit yang dihasilkan kemudian menumbuhkan tanaman lain, hingga hari kiamat.
Hal ini dikuatkan oleh Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, “Tiada seorangpun menanam sebuah pohon, kecuali Allah tetapkan bagian dari pahalanya sesuai apa yang dihasilkan tumbuhan tersebut.” Dari hadis-hadis ini, Al-Qurthubi seperti dilansir dalam Fiqh Sunnah menyimpulkan bahwa zira’ah (pertanian) merupakan fardhu kifayah. Dan pemerinyah boleh memaksa penduduk untuk bercocok tanam, bila ternyata ada yang melakukannya.
Bukan hanya menanam pohon yang mendapat ganjaran pahala, tapi bercocok tanam atau bertani akan mendapat bagian yang sama. Karena dalam riwayat Anas ibn Mailik dalam Musnad Ahmad disebutkan dua kata yang berbeda, yaitu gharasa-yaghrisu yang berarti menanam pohon, dan zara’a-yazra’u yang bermakna bertani (bercocok tanam).
Dalam Faidh al-Qadir disebutkan, meski pohon itu sudah berpindah tangan dibeli orang lain, tetap saja penanam asal akan mendapat pahala darinya. Ibnu Arabi mengomentari Hadis ini dengan mengatakan bahwa Allah Maha Pemurah kepada hamba-Nya, hal ini terbukti dengan terus menerus si penanam pohon mendapat pahala setelah kematian, sebagaimana yang didapatnya saai hidup.
Sedangkan menurut Ibnu Baththal, Hadis ini juga sebagai acuan bahwa sedekah dapat dilakukan kepada hewan dan setiap makhluk yang bernyawa.



Ringakasan ceramah oleh Abdul Malik Ghozali
Read more >>

Amanah Memakmurkan Bumi


Berikut ringkasan ceramah yang disampaikan oleh Dr Atabik Luthfi MA, Dosen Pascasarjana IAIN Nurjati Cirebon.
      “Dia(Allah telah menciptakan kamu dari bumi(tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurannya. Maka mohonlah ampunan dan bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Dekat dan memenuhi segala permintaan” (QS. Hud;61)
      Pakar ilmu tafsir, Al-Alusi, menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang kewajiban memakmurkan bumi sesuai kemampuan setiap orang. Karena memang Allah SWT telah menjadikan bumi ini layak dan dapt dimakmurkan. Allah SWT juga menciptakan manusia yang menghuninya mampu untuk memakmurkannya.
      Karena itu, Ibnu Asyur, maksud daei kata “isti’mar” adalh aktivitas meramalkan bumi melalui penataan bangunan dan pelestarian lingkungan dengan menanam pohon dan bercocok tanam, sehingga semakin panjang usia kehidupan bumi ini beserta seluruh penghuninya.
      Pemahaman yang hamper sama juga dikemukakan Zamakhsyari dalam al-Kasyaf. Secara aplikatif, beliau mengabadikan kisah tentang raja-raja Persia yang banyak membuat sungai dan menanam pohon, hingga mereka diberi kesempatan yang lama oleh Allaah. Ketika seorang nabi bertanya kepada Allah tentang kejadian tersebut, “Mengapa Engkau berbuat demikian kepada mereka(memperpanjang usia mereka)?”  Allah menjawab, “Mereka telah menghidupkan bumi-Ku(dengan memakmurkannya), sehingga hamba-hamba-Ku dapat hidup dan baik diatasnya”.
      Namun sayang, upaya memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kemakmuran bumi dengan segala aktivitasnya sering diabaikan, bahkan cenderung tidak diperhatikan serius. Akhirnya, banyak kekayaan milik negeri ini dihambur-hamburkan secara semena-mena, dan kita selaku pemilik bumi ini pun tak pernah menghiraukan, mempertanyakan, meminta bertanggungan jawab.
      Secara umum ayat diatas berbicara tentang ketiga manusia, yaitu peran imarah dalam arti mengelola dan memakmurkan bumi untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama. Peran inti ini tak kalah penting dengan peran inti penting lainnya, yaitu peran ubudiyyah dan khilafah.
      Peran imarah sangat terkait dan mel;ekat secara sinergis dengan dua peran lainnya. Bahkan peran ini merupakan bentuk nyata dari aplikasi ubudiyyah dan khilafah terdapat pada aktivitas memakmurkan bumi Allah.
      Ayat lain yang berbicara tentang imarah adalah QS A-rum;9 “Dan tidaklah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka(yang mendustakan Rasul). Mereka itu lebih kuat dan telah mengolah bumi serta ma=emakmurkannya melebihi dari apa yang telah mereka makmurkan.”
      Melalui ayat ini, Allah menggambarkan tentang kaum terdahulu sebelum umat Muhammad SAW yang dipanjangkan usianya oleh Allah dengan kekuatan fisik dan banyaknya aktivitas ‘imarah yang mereka lakukan. Tak ada yang menandingi kekuatan fisik dan aktivitas ‘imarah mereka. Bagaimanapun, Allah mendustakan karunia nikmat dan risalah para Rsul-Nya.
      Rasulullah SAW member perhatian terhadap upaya memelihara kesinambungan kehidupan dengan program ketahanan pangan, sungguh sangat besar. Hal ini terbukti dengan wujud perintah dan anjuran kepada umatnya untuk bercocok tanam memenuhi hajat manusia.
      Bahkan Rasulullah SAW nenganjurkan di antara amal sebelum hari kiamat adalah menanam biji tumbuh-tumbuhan. Seseorang dapat melindungi dirinya dari sentuhan api neraka, hanya dengan menanam sebiji kurma sekalipun.
      Dalam riwayat Muslim dari Sahabat Jabir ibn Abdullah ditambahkan, sekiranya tanaman itu dicuri oleh seseorang, ia tetap akan menjadi pahala sedekah untuk orang yang menanamnya.
      Sahabat Mu’awiyah turut mencontohkan aktivitas imarah ini dengan banyak menanam pohon di akhir hayatnya. Ketika ditanya alas an perbuatannya itu, Mui’awiyah melantunkan sya’ir : “Bukanlah pemuda jika tidak memiliki sesuatu yang dapat menaunginya kelak.kan pula seseorang yang tidak memiliki peninggalan di bumi ini (sepeninggalanhya).”
      Begitulah sikap moral yang ditunjukkan para generasi terdahulu. Mereka berlomba-lomba menanan dan member peringatan yang terbaik untuk kemaslahatan generasi berikutnya. Semboyan mereka yang patut kita teladani adalah : “Orang-orang sebelum kita telah banyak menanam untuk kita makan. Maka kita juga menanam agar orang-orang setelah kita dapat memakannya.” Qad gharisa man qablana fa’akalna, wa naghrusu nahnu liya’kulu man ba’dana”.
      Sungguh kontradiktif realitas sekarang yang kita dapati. Banyak orang justru berlomba mengeruk hasil bumi untuk memerkarya diri sendiri namun mengabaikan sisi kelestarian, ketahanan dan kemakmuran bumi. Akibatnya, terjadilah banyak bencana alam yang mengurangi dan memperpendek usia kehidupan manusia.
      Bahkan kokoh untuk berjalannya aktivitas imarah dalam segala bentuknya adalah amanah. Agar program ‘imarah demi kemaslahatan bersama berjalan baik, maka setiap orang dituntut unutk memahami, mempertahankan dan mengembangkan prinsip amanah ini.
      “sesungguhnya Allah memerintahkan kalian semua agar menyampaikan amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimmanya).”(QS. An-Nisa’;58)
      Sudah saatnya umat Islam, lebih menonjolkan peran imarah yanga akan dirasakan hasilnya oleh manusia di bumi. Orang yang paling baik adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada orang banyak, sesuai dengan sabda Rasulullah, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak member manfaat kepada sesama manusia” (HR al-Bukhari).
      Kita sebagai remaja, bahkan kita juga sebagai umat Islam sudah seharusnya menjaga titipan Allah, melestarikan apa yang diberikan oleh-Nya.
      Sepertinya cukup, semoga ilmu ini bermanfaat bagi kita, begi seluruh uman manusia, amin.
Read more >>

Sabtu, 11 Desember 2010

Aku Untuk Negeriku

Aku Untuk Negeriku” kata-kata tersebut menurut saya adalah sebuah kata yang memiliki arti yang luar biasa. Setiap manusia yang berada di bumi pertiwi ini, pasti selalu menyeru-nyerukan kata-kata “AKU UNTUK NEGERIKU“. Apalagi ditambah dengan Negara kita yaitu Negara Republik Indonesia yang sedang mengalami krisis berkepanjangan sebagai akibat dari ketergantungan Negara Kita dengan Negara-negara Super Power. Semua Anak Bangsa sangat prihatin dengan keadaan Negara Republik Indonesia yang sekarang. Keadaan Negeriku jauh berbeda dengan keadaan negeriku yang dulu, Indonesia yang aman dari korupsi, Indonesia yang Tentram dan Sejahtera menjadi dambaan dari setiap orang di Negeriku Tercinta ini.
Seruan “Aku Untuk Negeriku” dapat kita dengar dimana-mana. Semua anak bangsa memiliki sebuah tujuan ! Yaitu membuat Negeriku ini Menjadi Negeri yang dapat dikenal di seluruh dunia maupun Menjadi Negeri yang Tentram, Aman, dan Sejahtera. Penulis dan teman-teman para blogger Indonesia, maupun para pelajar dan mahasiswa akan berjuang dengan sekeras-keras nya untuk mencapai tujuan dari seorang Bung Karno sebagai Proklamator Negara Republik Indonesia. Negeriku adalah sebuah Negeri Impian. Negeri yang Aman, Tentram, Sejahtera, Adil, Makmur, Bebas Korupsi, merupakan sebuah wujud nyata dari Negeri Impian. Negeri yang di impikan oleh seluruh Rakyat di Negeriku tercinta ini. Tidak salah jika seorang Bapak maupun Ibu Presiden menjadi seorang yang sangat perduli dengan Rakyat.
Saya yakin, Negara Indonesia ini akan menjadi sebuah Negara yang Merdeka dan Negara yang Makmur. Hal tersebut akan terwujud jika kita sebagai rakyat memberi dukungan penuh terhadap Pemerintah untuk menjalankan tugas nya dengan sebaik-baiknya. Namun, ada yang perlu di garis bawahi dari tulisan saya diatas. Pemerintah yang saya maksud disini adalah harus sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 dan menjadi Pemerintah yang tunduk serta Perduli Terhadap Rakyat. Korupsi di dalam pemerintahan memang sudah seharus nya untuk di berantas agar Negara Republik Indonesia menjadi Negara yang Anti Korupsi. Akibatnya, Hak yang seharus nya sudah menjadi milik Rakyat, dapat tersalurkan dengan benar dari pihak-pihak yang berwenang. Tidak disalah gunakan lagi tentunya. Pemerintah pun harus dapat menampung seluruh Aspirasi Rakyat.
Read more >>

Senin, 29 November 2010

Siapa Pencetus Nama INDONESIA

Indonesia. Ya, nama yang memang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Karena itulah nama dari Negara yang menjadi kebangsaan kita sekarang. Nama yang digunakan sebagai nama resmi Negara kita. Namun, pernahkah muncul di pikiran kita tentang siapa sebenarnya pencetus nama Indonesia tersebut. Berikut akan saya ceritakan tentang sejarah menarik dari nama INDONESIA.
Bagaimana nama Indonesia itu tercipta memiliki sejarah yang cukup menarik. Nama Indonesia tercetus pada saat jamuan makan malam tepatnya pada tanggal 14 April 1917. Para pelajar Indonesia (dulu Hindia Belanda) yang sedang berada di Negara Belanda diundang makan malam di Hotel Paulenz, Den Haag. Mereka adalah Soewardi Soerjaningrat, Abdul Moeis, R.M.A. Soerjo Poetro, dan kawan-kawan. Mereka tengah gencar-gencarnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia lewat perkumpulan pemuda sebangsa di Belanda.
Ketika piring dan sendok garpu berdentingan inilah, Soerjo Poetro (paman Soewardi Soerjaningrat) yang dikena sebagai penulis handal di Majalah Hindia Poetra jadi pusat perhatian. Apa pasal? Sebab ucapan beliau selalu tampil beda. Soerjo berkali-kali menyebut “Indonesia”, padahal yang lainnya kalau tidak menyebut “IndiĆ«” ya “IndiĆ«rs”.
Sejak saat itulah, para pelajar kita mulai kompak mengganti istilah Hindia Belanda menjadi Indonesia. Setahun kemudian, 12 Januari 1918, sebuah organisasi pelajar, untuk pertama kalinya memakai nama Indonesia. Namanya Indonesische Verbond van Studeerenden ( Serikat Pelajar Indonesia).
Lalu darimanakah nama itu didapat? Menurut M. Hatta, nama Indonesia sudah disebut oleh sarjana asal Jerman, Bastian, pada tahun 1884. G.R. Logan, seorang etnolog Inggris juga sudah menyebut nama Indonesia pada tahun 1850. Waktu itu ia menulis buku mengenai bangsa yang tinggal di kepulauan penghasil rempah-rempah. Saat itu orang Eropa memang banyak yang mengartikan “daerah penghasil rempah di timur” dengan kata India. Nah, Logan menggabungkan kata “India” dengan “Nesos” yang berarti kepulauan. India + Nesos jadilah Indonesia.
Read more >>