Peduli Pertanian
Yusuf al-Qaradhawi dalam as-Sunnah Mashdaran li-al-Ma’rifah wa al-Hadharah menegaskan Hadis ini sebagai bukti kuat kepedulian Nabi SAW terhadap penghijauan lingkungan. Meski beliau terlahir di lingkungan tandus, lembah pegunungan batu di Mekkah, namun tak membuat beliau acuh dengan masalah pertanian.
Bahkan sebaliknya, ketika beliau hijrah ke Madinah, yang sebagian besar penduduknya menjalankan profesi petani kebun kurma, kepedulian beliau terhadap pertanian cukup intensif. Apalagi pertanian merupakan soko utama perekonomian masyarakat Madinah saat itu. Hal ini beliau perlihatkan, sebagaimana terekam dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim, bahwa suatu hari Nabi SAW melewati sekelompok petani yang sedang melakukan pembibitan kurma, kemudian beliau member pendapat yang direspon positif oleh para petani, meski saran itu tak membuahkan hasil di kemudian hari.
Tak hanya berhenti di situ, Nabi pun menanamkan kurma sendiri dan mendoakannya. Kurma yang Nabi tanam, ternyata menjadi varietas unggul, yaitu kurma ajwah yang sangat terkenal, di seantero jagad saai ini. Kurma Ajwah berkualitas gizi amat baik, disamping memilki khasiat, seperti dijelaskan dalam riwayat Hadis-hadis Nabi.
Tak hanya itu, saat ini buah kurma merupakan ikon Kota Madinah yang dianggap sebagai kota penghasil kurma berkualitas di dunia. Secara tak langsung, hal ini merupakan bukti konkrit upaya dan kontribusi Nabi SAW dalam memajukan bidang pertanian.
Kepedulian terhadap pertanian dan penghijauan terhadap pertanian dan penghijauan lingkungan telah mendahului gerakan internasional peduli lingkungan Green Peace saat ini. Bahkan melalui banyak sabdanya, beliau melalui banyak sabdanya, memberikan tanah kosong terbengkalai dan tidak produktif.
Kepedulian Nabi SAW jug adapt dilihat dalam transaksi muzara’ah (bagi hasil) antara petani dan pemilik lahan. Atau praktek muzabanah, yaitu transaksi barter hasil pertanian yang tidak sepadan, al-khars (borong) berupa transaksi jual beli hasil pertanian dengan prediksi berdasarkan fakta buah di pepohonan.
Rasulullah SAW melarang Muzabanah karena merugikan petani, sedangkan al-khars diperbolehkan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Perhatian Nabi terhadap pertanian dapat dilacak pula dengan melihat aturan irigasi (iqtha’ al-miyah) yang diterapkan di Madinah.
Bukti lain kepedulian RAsulullah SAW dalam bidang pertanian, adalah dalam pengaturan zakat hasil pertanian dan buah bagi petani dan pemilik lahan secara detail dan adil. Prosentase zakat hasil pertanian yang diairi dengan upah besar, maka zakatnya pun hanya sedikit.
Penerapan zakat hasil pertanian itu merupakan bukti bahwa pertanian pada masa awal Islam cukup berkembang dan mendapat perhatian serius. Dari sini terlihat jelas bahwa dengan zakat dapat mengentaskan kemiskinanmasyarakat. Kemampuan petani membayar zakat hasil pertanian, menggambarkan kemakmuran dalam swasembada pangan.
Dari arahan Nabi melalui Hadis-hadis yang memadankan pelaku penghijauan atau pertanian sama dengan orang beramal melalui sedekah, merupakan upaya yang sangat efektif member I stimulasi kepada masyarakat untuk melakukan penghijauan, dimulai dari lingkungan terkecil mereka, yaitu keluarga.
Terbukti, para sahabat saai itu banyak yang antusias untuk menanam pohon. Diriwayatkan oleh al-Baghawi bahwa seseorang mengunjungi Abu Dzar yang sedang menanam pohon kelapa di Damaskus.Nabi SAW telah menggerakkan para sahabat agar peduli lingkungan dan suka bertanam. Jadi, agribisnis memiliki keterkaitan yang mendalam dengan ajaran Islam.
Itu dari sedikit tausiyah dari Bapak Abdul Malik Ghozali MA, Kandidat Doktor Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.